iklan banner

Nasikh dan Mansukh

Pendahuluan
            Al-Qur’an merupakan kalam Tuhan yang sudah ditengarai sebagai kalam yang terjamin keasliannya hingga usia alam ini berakhir. Ia tetap terjaga meski tangan-tangan kotor kaum muharrifin selalu berusaha merubah kemurniannya. Namun sekian banyak usaha yang mereka lakukan selalu saja berakhir dengan kegagalan. Hal ini terbukti dengan masih terpeliharanya keotentikan Al-Qur’an sampai sekarang -berbeda dengan kitab-kitab yang lain di luar Al-Qur’an- karena disamping tangan Tuhan sendiri yang berperan langsung, disana juga terlibat hati para umat Muhammad dalam menjaga dan memelihara keasliannya dari perubahan, penggantian dan terputusnya sanad.[1]Alloh SWT. Dengan kekuasaan-Nya menjaga al-Qur’an dan menjaganya dari penyelewengan dan pemalsuan,[2]
إِنَّا نَحْنُ نَزَّلْنَا الذِّكْرَ وَإِنَّا لَهُ لَحَافِظُونَ
“sesungguhnya Kamilah yang menurunkan al-Qur’an dan sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya”.
Berbagai pembahasan dalam memahami al-Qur’an, diantaranya tentang “rasm” al-Qur’an, asbabun nuzul, makkiyah-madaniyah, muhkam mutasyabih, nasikh-mansukh dan lain sebagainya. Pembahasan di sekitar ayat-ayat nasikh dan mansukh memang dianggap begitu penting oleh para ulama, dalam hal ini tentu ulama yang berpendapat bahwa di dalam al-Qur’an terdapat ayat-ayat yang nasikh dan mansukh. Karena di luar yang setuju, ada pula ulama yang tidak melihat adanya naskh dan mansukh terhadap ayat al-qur’an.
Ulama’-ulama’  klasik yang menerima  teori  penghapusan dalam Al-Quran ternyata tidak sepakat dalam menentukan ayat yang menghapus (nasikh) dan ayat yang dihapus (mansukh). Dalam beberapa keterangan  yang sampai kepada kita, disebutkan bahwa terdapat kecenderungan dikalangan ulama’ klasik untuk menekankan jumlah ayat yang dihapus hingga mencapai bilangan yang mengerikan. Ayat tentang jihat, misalnya dikatakan telah membatalkan sekitar 113 ayat yang mengandung perintah untuk bersifat sabar, pema’af dan toleran dalam keadaan tertekan. As-Suyuthi kemudian mereduksi ratusan ayat yang dinyatakan  mansukh menjadi hanya 20  ayat, sedangkan Syah Waliallah mengurangi hingga menjadi lima ayat. Melihat bagaimana ayat-ayat yang dihapus ini, makin lama makin berkurang jumlahnya seiring dengan jalannya sejarah, Sir Sayyid Ahmad Khan memproklamirkan bahwa Al Quran tidak terdapat penghapusan.[3]
Dalam makalah ini penulis mencoba membahas makna naskh dan mansukh, macam dan hikmah naskh, bagaimana cara mengetahuinya, pendapat ulama tentang naskh mansukh dan hubungan naskh dengan sabab an-nuzul dalam penafsiran al-qur’an, meskipun tidak secara mendalam. Dengan ini, diharapkan kita dapat mengetahui ilmu nasakhdalam memahami isi al-Qur’an. Lengkapnya disini 


[1] 'Abdullah Daraz, al-Naba’ al-‘Azim (Quwait: Dar al-Qalam), 12.
[2] Yusuf al-Qadrawi, fiqih taysir  (Jakarta : Pustaka al-Kautsar, 2001 ), 41.
[3]Taufiq Dina Amal dan Syamsul Rizal Panggabean, Tafsir kontekstual Al-Quran (Bandung, Mizan, 1989), 29.
Previous
Next Post »
Thanks for your comment