iklan banner

Imam Ahmad, Kitab Hadits Musnadnya

A.       Biografi Imam Ahmad ibn Hambal
Imam Ahmad ibnu Hambal dilahirkan di Baghdad pada bulan Robi>’ul Awwal tahun 164 H/780 M. tempat kediaman ayah dan ibunya sebenarnya di kota Marwin, wilayah Khurasan, tetapi di kala Beliau masih dalam kandungan, ibunya kebetulan pergi ke Baghdad dan disana melahirkan kandungannya.[1]
Nama lengkapnya adalah Ahmad ibn Muhammad ibn Hambal ibn Asad ibn Idris ibn Abdullah ibn Hasan Al Syaibaniy. Ibunya bernama Syarifah Maimunah binti Abd Al Malik ibn Sawadah ibn Hindun Al Syaibaniy. Jadi, baik dari pihak ayah, maupun dari pihak ibu, Imam Ahmad ibn Hambal berasal dari keturunan Bani Syaiban yakni salah satu kabilah yang berdomisili di semenanjung Arabia.[2]
Imam Ahmad lahir di tengah-tengah keluarga yang terhormat, yang memiliki kebesaran jiwa, kemauan yang kuat, kesabaran dan ketegaran menghadapi penderitaan. Ayahnya meninggal sebelum Beliau dilahirkan, oleh sebab itu, Imam Ahmad mengalami keadaan yang sangat sederhana dan tidak tamak. Ahmad Ibn Hambal menikah pada umur 40 tahun dan mendapatkan keberkahan yang melimpah, yaitu mendapatkan anak-anak yang salih dari istrinya, yang mewarisi beberapa ilmunya, misalnya, Abdullah dan Shahih. Bahkan keduanya sangat banyak meriwayatkan ilmu dari ayahnya.
Imam Ahmad ibn Hambal  pernah mendapat Mihnah. Berkenaan dengan kemakhlukan Al Qur’an. Atas kesabaran dan ketabahannya dalam menghadapi Mihnah ini, maka semakin kuat kedudukannya sebagai Imam di hati ummat. Diriwayatkan bertalian dengan Mihnah ini, bahwa Al Mu’tashim pernah memanggilnya untuk ditanya tentang apakah Al Qur’an itu makhluk atau bukan, Beliau tidak menjawab bahwa Al Qur’an itu makhluk sebagaimana yang dikehendaki oleh Al Mu’tashim. Karena jawabannya tidak seperti yang dikehendaki Al Mu’tashim maka Beliau dipukul sampai pingsan dan dipenjarakan dalam keadaan diikat.
Bertahun-tahun lamanya Imam Ahmad ibn Hambal meringkuk dalam penjara, bahkan selama itu pula Beliau didera dan dipukul dengan cemeti sampai pingsan dan didorong dengan pedang, kemudian dilemparkan diatas tanah dan diinjak-injak. Hukuman tersebut berakhir pada masa pemerintahan Al Watsiq. Kemudian setelah Al Watsiq wafat, jabatan kholifah digantikan oleh Al Mutwakkil Billa>h. atas kebijaksanaan Al Mutawakkil Billa>h tersebut, Imam Ahmad ibn Hambal dibebaskan dari penjara.
Ketika Ahmad ibn Hambal keluar dari penjara, usianya sudah lanjut dan keadaan tubuhnya yang sering mendapat penyiksaan membuat Beliau sering jatuh sakit. Kesehatannya semakin hari semakin memburuk dan akhirnya Beliau wafat pada hari Jum’at pagi tanggal 12 Robi>ul Awwal tahun 241 H/855 M. dalam usia 77 tahun. Imam Ahmad ibn Hambal dimakamkan di perkuburan Bab Harb di kota Baghdad.[3]
Dalam kehidupan sehari-hari Imam Ahmad ibn Hambal mempunyai gaya hidup yang sederhana. Beliau hanya memiliki sebagian rumah yang sebagiannya ditempatinya sendiri bersama dengan istri dan anak-anaknya. Sebagian lagi disewakan. Uang sewanya dipergunakan untuk menambah keperluan perbelanjaan sehari-hari. Meskipun demikian, hal itu tidak mengurangi kemasyhuran namanya, justru semakin menjulang dan dikagumi dimana-mana.
Selain ahli Hadits, Imam Ahmad ibn Hambal adalah Imam yang keempat dari fuqoha>’ Isla>m. Beliau adalah seorang yang mempunyai sifat-sifat luhur dan budi pekerti yang tinggi. Keturunan Ahmad ibn Hambal bertemu dengan keturunan Rasu>lulla>h SAW pada Mazin ibn Mu’ad ibn ‘Adnan. Beliau termasyhur dengan nama kakeknya Hambal, dan karena itu orang menyebutnya dengan nama Ibnu Hambal. Sedangkan ayahnya bernama Muhammad. Ini disebabkan kakeknya lebih masyhur dari ayahnya. Ayahnya adalah seorang pejuang yang handal, sementara kakeknya adalah seorang gubernur di wilayah Sarkhas dalam jajahan Khurasan, dimasa pemerintahan Umawiyyah.
Ibnu Hambal terkenal wara’, zuhud, ama>nah dan sangat kuat berpegang kepada yang haq.[4] Beliau hafal Al Qur’an dan mempelajari bahasa. Beliau belajar menulis dan mengarang ketika umurnya masih 14 tahun. Beliau hidup sebagai seorang yang cinta untuk menuntut ilmu dan bekerja keras untuk itu, sehingga ibunya merasa kasihan kepadanya. Beliau pernah ingin keluar untuk menuntut ilmu sebelum terbit fajar, ibunya meminta agar ditunggu saja hingga orang-orang bangun tidur.
Pada mulanya Imam Ahmad ibn Hambal belajar ilmu fiqh pada Abu Yusuf salah seorang murid Abu Hanifah. Kemudian Beliau beralih untuk belajar hadits. Karena tidak henti-hentinya dalam belajar hadits, sehingga Beliau banyak bertemu dengan para Syaikh Ahl Al Hadits. Beliau menulis hadits dari guru-gurunya dalam sebuah buku, sehingga beliau terkenal sebagai seorang Imam Al Sunnah pada masanya.
Imam Ahmad ibn Hambal belajar fiqh dari Imam Syafi’i, dan Imam Syafi’i belajar hadits dari Imam Ahmad ibn Hambal. Beliau menjelajah ke Kufah, Bashrah, Makkah, Madinah, Syam, Yaman dan Aljazirah untuk mengumpulkan hadits. Karena banyak negeri yang dikunjunginya dalam rangka mengumpulkan hadits, maka Beliau mendapat julukan Imam Riha>lah sebagaimana halnya Imam Syafi’i. Beliau berhasil mengumpulkan sejumlah besar hadits-hadits Nabi. Kumpulan hadits-haditsnya itu disebut dengan Musnad Imam Ahmad.
Imam Ahmad mendapatkan guru-guru hadits terkenal, di antaranya adalah : Sufyan ibn ‘Uyainah, Ibrahim ibn Sa’ad dan Yahya ibn Qathan.[5] Imam Ahmad ibn Hambal adalah salah seorang murid Imam Syafi’i yang paling setia, sehingga Beliau tidak pernah berpisah dengan gurunya kemanapun sang guru pergi kecuali setelah Imam Syafi’i pindah ke Mesir.
Ahmad ibn hambal berguru terhadap banyak ulama’, dan jumlahnya lebih dari dua ratus delapan puluh guru yang tersebar diberbagai negeri, seperti di Mekkah, Kufah, Bashrah, Baghdad, Yaman, dan berbagai negri lainnya. Diantaranya ialah :
a. Ismail bin Ja’far.
b. Abbad bin Abbad al-Ataky.
c. Umari bin Abdillah bin Khalid.
d. Husyaim bin Basyir bin Qasim bin Dinar al-Sulami.
e. Imam Syafi’i.
f. Waki’ bin Jarrah.
g. Ismail bin Ulayyah.
h. Sufyan bin ‘Uyainah.
i. Abdurrazaq.
j. Ibrahim bin Ma’qil.
k. Dan masih banyak lagi guru-gurunya.[6]
Adapun murid-murid Ahmad Ibn Hambal yang paling menonjol dalam ahli hadits ialah :
a. Imam Bukhari.
b. Muslim.
c. Abu Dawud.
d. Nasa’i
e. Tirmidzi.
f. Ibnu Majah.
g. Putranya, Shalih bin Ahmad bin Hambal
h. Putranya, Abdullah bin Ahmad bin Hambal.
i. Keponakannya, Hambal bin Ishaq.[7]

B.        Karya-Karya Ahmad bin Hambal
Karya-karya Ahmad bin Hambal diantaranya ialah :
- Kitab Al-Musnad, karya yang paling menakjubkan, sebab kitab inilah yang memuat lebih      dari dua puluh tujuh ribu hadis.
 - Kitab Al-Tafsi>r, tapi al-Dzahabi mengatakan bahwa kitab ini sudah hilang.
 - Kitab Al-Na>sikh Wa Al-Mansu>kh.
 - Kitab Al-Ta>ri>kh.
 - Kitab Hadits Syu’bah.
 - Kitab Al-Muqaddam Wa Al-Mu’akkhar Fi Al-Qur’an.
 - Kitab Jawabatu Al-Qur’an.
 - Kitab Al-Mana>siku Al-Kabi>r.
 - Kitab Al-Mana>sik Al-S}aghi>r.
- Kitab T}o>’atu Al Rasu>l
- Kitab Al ‘Illah
- Kitab Al Shalah
- Jami>us S}ahi>h[8]
- Qad}ayas Shaha>bah wat ta>bi’i>n
- Al Adabul Munfarid
- Birrul wa>lidayn>
- Dan lain lain
Karya Ahmad ibn Hambal yang fenomenal adalah Koleksi hadits dalam kitab Al-Musnad semula diangkat dari hasil seleksi terhadap 750.000 hadits yang oleh Ahmad Ibn Hambal ditekankan norma seleksinya pada segi nilai kelayakan hadits yang bersangkutan untuk dijadikan sebagai sebuah hujjah. Hasil seleksi tersebut dibukukan dengan tulisan tangan menjadi 24 jilid dan ketika diterbitkan dalam edisi cetakan mesin menjadi 6 jilid dalam format sedang. Akan tetapi melihat dari matan hadits yang tertampung di dalamnya, sekitar 40.000 hadis pantas dipandang sebagai kitab koleksi hadits terbesar. Jumlah hadits sebesar itulah jika dihitung ulang mengecil menjadi 30.000, sebab sisanya berupa ulangan hadits serupa yang mungkin tersebab jalur sanad yang berbeda, meskipun nama para sahabat sumber utamanya sama, atau sedikit terdapat tata redaksi matan yang berbeda.
Daya tampung Al-Musnad terhadap hadits sebanyak itu, disamping Ahmad bin Hambal sebagai guru besar ulama’ muhadditsi>n, generasi berikutnya serta mungkin jika hadits Kutub Al-Sittah termuat dalam al-Musnad. Oleh sebab itulah al-Hafidz ibn Katsir menilai bahwa kitab Al-Musnad imam Ahmad ibn Hambal dari segi kualitas hadits dan ketinggian susunan tata kalimat matannya tidak tertandingi oleh beberapa kitab dalam bentuk musnad apapun.
Penyajian hadits dalam Al-Musnad dikelompokkan berdasarkan nama sahabat nabi yang bertindak sebagai perawi utamanya dan disusun berdasarkan sistematika sebagai berikut :
1. Beberapa hadits yang transmisi periwayatannya melalui 10 (sepuluh) sahabat Nabi yang telah diberitakan prospek kepribadian Rasulullah SAW sebagai penghuni surga, yaitu Abu Bakar Al-Siddiq, Umar ibn Al-Khaththab, Utsman bin Affan, Ali bin Abi Thalib, Thalhah, Zubair ibn Awwam, Sa’ad bin Abi Waqqash, Sa’id bin Jubair, Abd Rahman ibn Auf dan AbuUbaidahibnJuhrah.
2. Beberapa hadits yang bersumber periwayatannya melalui para sahabat Nabi peserta perang badar. Prioritas penempatan hadits dari mereka berkaitan erat dengan informasi dari Rasulullah SAW, bahwa telah terdapat suatu jaminan pengampunan massal dari Allah SWT atas segala dosa para sahabat yang ambil bagian dalam perang badar, berikut jaminan tidak bakal masuk neraka untuk mereka (teks hadits Marfu’ melalui Jabir bin Abdullah dalam sahih hadits muslim dan melalui Abu Hurairah dalam Musnad Ahmad / Sunan Abu Dawud / ibn Abi Syaibah) beberapa hadits yang dimaksudkan melibatkan 313 sahabat dengan perincian 80 orang teks sahabat muhajirin dan sisanya sabahat dari kalangan anshar.
3. Beberapa hadits yang perawi utamanya ialah para sahabat yang mengikuti peristiwa Ba’aturRidwandanShulhulHudaibiyah.
4. Beberapa hadits yang bersumber periwayatannya melalui para sahabat Nabi yang proses keislaman pribadinya bertepatan dengan peristiwa Fath Makkah pada zaman itu .
5. Beberapa hadits yang periwayatannya bersumber melalui para Ummaha>tul Mu’mini>n.
6. Beberapa hadits yang periwayatannya melalui para wanita sahabiah.

Berdasarkan sistematika Al-Musnad semacam itu, maka pengelompokan hadits tidak terikat beberapa unsur materi pokok yang dikandung matan hadits yang bersangkutan
Al-Musnad Imam Ahmad ibn Hambal pernah dipublikasikan dengan modifikasi baru, yaitu dengan sistematika huruf hijriah oleh inisiatif Al-Hafidz Abu Bakar Al-Muqaddisin (seorang pemuka ulama’ madzhab Hambali). Format terakhir justru memodifikasi yang mengelompokkan masing-masing hadits besar atas kesatuan meteri ajaran dan disusun mengikuti sebuah sistematika beberapa bab seperti pada kitab fiqih. Modifikasi terakhir di kerjakan oleh Ahmad ibn Abd Rahman Al-Banna (lebih dikenal dengan panggilan al-Sya’ati) dan sekaligus mensyarahi dengan titel kitab “Bulu>ghul Amani” beliau tergolong ulama’ abad ke 14 hijriah dan meninggal pada tahun 1351 H.[9]
Selain itu juga terdapat kitab Jami>’us s}ahi>h yakni kumpulan hadits-hadits s{ahi>h yang Beliau persiapkan selama 16 tahun lamanya. Beliau sangat berhati-hati menuliskan tiap hadits dalam kitab ini, ternyata setiap hendak mencantumkan dalam kitabnya, Beliau lebih dulu mandi dan s{alat istikha>rah, minta petunjuk baik kepada Allah SWT tentang hadits yang akan ditulisnya. Ini bukanlah satu-satunya cara untuk menentukan kes{ahi>han hadits secara ilmiyah, namun lebih dari itu, seluruh ulama’ islam di seluruh penjuru dunia, setelah mengadakan penelitian sanad-sanadnya mengakui bahwa seluruh sanad-sanadnya adalah tsiqah, walaupun ada beberapa buah saja yang di dakwah lemah sanadnya, namun tidak terlalu lemah sama sekali.
Kitab tersebut berisikan hadits-hadits s{ahi>h semuanya, berdasarkan pengakuan Beliau sendiri, ujarnya :”saya tidak memasukkan dalam kitabku ini, kecuali s{ahi>h semuanya”. Jumlah hadits yang dituliskan dalam kitab jami’nya sebanyak 6.397 buah, dengan yang terulang-ulang, belum dihitung yang mu’allaq dan muttabi’. Yang mu’allaq sejumlah 1.341 buah, dan yang muttabi’  sebanyak 384 buah (ini khilaf) jadi seluruhnya berjumlah 8.122 buah, diluar yang maqthu> dan mauqu>f. sedang jumlah yang tulen saja, yakni yang tanpa diulang tanpa mu’allaq  dan muttabi’ 2513 buah.[10]
C.       Derajat Al-Musnad Dalam Kutub Al-Hadits
Tekad Imam Ahmad ibn Hambal ialah mengupayakan koleksi hadits yang berpotensi sebagai hujjah. Berbekal tekat tersebut pula telah dilakukan penantian seksama, guna setiap hadits yang dimuat dalam Al-Musnad bermutu S}ahih. Atas dasar penegasan Imam Ahmad itulah Abu Musa Al-Madani optimis memandang setiap hadits dalam Al-Musnad berkelayakan dijadikan hujjah. Penilaian serupa pernah dinyatakan oleh Jalaluddin Al-Sayuthi. Sedikit moderat ialah sikap Al-Hafidz ibn Hajar Al-Asqalani yang hasil penelitiannya berakhir dengan kesimpulan bahwa dari sejumlah 40.000 hadits Al-Musnad hanya 3 atau 4 (empat hadits yang belum diketahui secara pasti sumber pengoperan riwayatnya). Dengan ungkapan lain bahwa dalam Al-Musnad terdapat sejumlah hadits bermutu S{ahih dan hadits D{a’if dalam strata mendekati Hasan Lighairihi.
Berbeda dengan sikap penilaian para ulama diatas Al-Baqa’i menunjuk sejumlah hadits (tanpa menyebut dengan pasti berapa banyaknya) dalam Al-Musnad yang dianggap
Maud{u’. Demikian pula Al-Hafidz Al-Iraqi menuduh 9 (sembilan) hadits Maud{u’ . sedangkan ibn Jauzi mengeklaim 29 hadits Maud{u’ dalam kitab Al-Musnad Ahmad ibn Hambal. Jika ditelusuri ulang koleksi hadits dalam Al-Musnad yang bermateri Fad}a’il Al-A’mal terasa adanya pola pelonggaran (tasahhul) dalam sistem seleksi pemuatannya, padahal Imam Ahmad bin Hambal dikenal moderat dalam tradisi menilai jarak atau Ta’dil pada personalian para pendukung riwayat hadits, fenomena yang mengisyaratkan kontras ini seyogyanya menjadikan proses historis menuju kodifikasi Al-Musnad, sebagai bahan pertimbangan. Secara jujur perasaan salut perlu diberikan kepada Al-Hafidz Al-Iraqi dan ibn Al-Jauzi, sebab kedua ulama’ hadits tersebut menerapkan norma uji mutu terhadap validitas (kes{ahihan) hadits bukan semata-mata dipusatkan pada aspek transmisi riwayat, tapi mengikut sertakan pula sektor kandungan matan hadits yang bersangkutan. Dengan mengesampingkan fanatik sentimen keagamaan tetap kiranya bila penilaian imam Syarifuddin Al-Nawawi dijadikan pegangan. Beliau memandang beberapa hadits koleksi Al-Musnad setara dengan hadits koleksi Abu Dawud Al-Thayalisi dalam derajat kehujjahan haditsnya. Akreditas semacam itulah berakibat menempatkan koleksi beberapa hadits koleksi Al-Ushul Al-Khamsah, yaitu S{ahih Al-Bukhari, S{ahih Muslim, Sunan Abu Dawud, Sunan Al-Jami’ Al-Turmudzi dan Sunan Al-Nasa’i.[11]


KESIMPULAN
Imam Ahmad ibnu Hambal dilahirkan di Baghdad pada bulan Robi>’ul Awwal tahun 164 H/780 M. tempat kediaman ayah dan ibunya sebenarnya di kota Marwin, wilayah Khurasan, tetapi di kala Beliau masih dalam kandungan, ibunya kebetulan pergi ke Baghdad dan disana melahirkan kandungannya.
Nama lengkapnya adalah Ahmad ibn Muhammad ibn Hambal ibn Asad ibn Idris ibn Abdullah ibn Hasan Al Syaibaniy. Ibunya bernama Syarifah Maimunah binti Abd Al Malik ibn Sawadah ibn Hindun Al Syaibaniy. Jadi, baik dari pihak ayah, maupun dari pihak ibu, Imam Ahmad ibn Hambal berasal dari keturunan Bani Syaiban yakni salah satu kabilah yang berdomisili di semenanjung Arabia
Karya Ahmad ibn Hambal yang fenomenal adalah Koleksi hadits dalam kitab Al-Musnad, Selain itu juga terdapat kitab Jami>’us s}ahi>h yakni kumpulan hadits-hadits s{ahi>h yang Beliau persiapkan selama 16 tahun lamanya.
Ahmad ibn Hambal mengupayakan koleksi hadits yang berpotensi sebagai hujjah. Hal tersebut berbekal tekat yang telah dilakukan penantian seksama, guna setiap hadits yang termuat dalam Al-Musnad berkualitas s{ahih. Atas penegasan tersebut Abu Musa Al-Madani optimis memandang setiap hadits dalam Al-Musnad berkelayakan dijadikan hujjah, sehingga penilaian tersebut dinyatakan oleh Jalaluddin Al-Sayuthi.   

DAFTAR PUSTAKA

Hasan, M. Ali, Perbandingan Madzhab, Jakarta, PT. Raja Grafindo Persada, 1998 http://ibrahim-muhlis.blogspot.com/2011/06/musnad-ahmad-ibn-hambal.html (tgl 30 Oktober     2011)
Rahman, Fatchur, Must}ola>hul hadi>ts, Bandung, PT. Al Ma’arif, 1987
Tahido Yanggo, Huzaemah, Pengantar Perbandingan Madzhab, Jakarta, Logos Wacana Ilmu, 1997
ابو زهر ،محمد ، تاريخ المذاهب الاسلامية، دارالفكرالعرب، القاهرة


[1] محمد ابو زهر، تاريخ المذاهب الاسلامية، دارالفكرالعرب، القاهرة, ص : 280
[2] M. Ali Hasan, Perbandingan Madzhab, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1998), hlm. 221.
[3] Huzaemah Tahido Yanggo, Pengantar Perbandingan Madzhab,(Jakarta: Logos Wacana  Ilmu, 1997), hlm. 138.
[4] محمد ابو زهر، تاريخ المذاهب الاسلامية، دارالفكرالعرب، القاهرة, ص : 310
[5] Fatchur Rahman, Must}ola>hul hadi>ts,(Bandung; PT. Al Ma’arif, 1987), hlm. 325.
[7] Fatchur Rahman, Must}ola>hul hadi>ts,(Bandung; PT. Al Ma’arif, 1987), hlm. 325.
[8], Huzaemah Tahido Yanggo, Pengantar Perbandingan Madzhab,(Jakarta: Logos Wacana  Ilmu, 1997), hlm. 144.

[10] Fatchur Rahman, Must}ola>hul hadi>ts,(Bandung; PT. Al Ma’arif, 1987), hlm.  328.
Next
This is the current newest page
Previous
Next Post »
Thanks for your comment