Oleh : Intan
Sari Iftitah Dewi
A. Kondisi geografis Jazirah Arab Pra-Islam
Jazirah Arab menjelang kelahiran Islam diapit oleh dua kerajaan besar
yaitu Romawi timur di
sebelah barat sampai ke laut Adriatik
dan Persia di sebelah timur sampai ke sungai Dijlah. Kedua kerajaan besar itu disebut
hegemoni di wilayah sekitar Timur
Tengah. Sebenarnya Jazirah Arab bebas dari pengaruh kedua kerajaan
tersebut, kecuali daerah-daerah subur seperti: Yaman dan daerah-daerah sekitar
teluk Persia. Wilayah Jazirah
Arab di teluk Persia termasuk daerah kekuasaan kerajaan Persia.
Dengan demikian daerah hijau bebas dari pengaruh-pengaruh politik dan budaya
dari luar. Islam yang dasar-dasarnya diletakkan oleh Nabi di Makkah dan di Madinah adalah: agama yang
murni, tidak dipengaruhi baik oleh perkembangan agama-agama yang ada di
sekitarnya maupun kekuasaan politik yang meliputinya.[1]
Jazirah Arab berbentuk
empat persegi panjang, yang sisinya tidak sejajar. Disebelah barat terbatas
dengan lautan merah, di sebelah selatan dengan laut Arab, di sebelah timur dengan teluk Arab (Persia) dan di sebelah utara dengan
gurun pasir Iraq dan Syiria. Kemudian Jazirah Arab ini terbagi kepada bagian tengah
yang terdiri dari padang pasir dan gurun-gurun yang jarang penduduknya dan bagian
tepi merupakan sebuah pita kecil yang melingkari bagian tengah dan subur
daerahnya serta
banyak kota yang ada seperti: Bahrain, Oman bagian Tengah, terbagi kepada bagian
utara di sebut dengan Najed dan bagian selatan di sebut dengan al-Ahqaf
yang jarang penduduknya karena itu disebut dengan al-Rub al-Khalli.
Jazirah dalam bahasa
Arab berarti pulau. Jadi
“Jazirah Arab” berarti “pulau Arab”. Sebagian ahli sejarah menamai tanah Arab
itu dengan “Shibhul Jazirah” yang dalam bahasa Indonesia berarti “Semenanjung”.
Dilihat dari peta, Jazirah Arab berbentuk persegi panjang yang sisi-sisinya
tidak sejajar.[2] Batasan-batasan
alam yang membatasi Jazirah Arab adalah :
Di
bagian barat: berbatasan
dengan Laut Merah.
Di
bagian timur: berbatasan
dengan Teluk Arab.
Di
bagian utara: berbatasan
dengan Gurun Irak dan Gurun Syam.
Di
bagian selatan: berbatasan
dengan Samudra Hindia.
Jazirah Arab terbagi
atas dua bagian yaitu bagian tengah dan bagian tepi. Setiap bagian memiliki
bentangan alam tersendiri. Bagian
tengah terdiri dari daerah pegunungan yang amat jarang dituruni hujan dan di bagian tengah inilah orang Badui
tinggal. Bagian tengah dari Jazirah Arab terbagi menjadi dua bagian yang lebih
kecil yaitu: bagian utara
yang disebut Najed dan bagian selatan yang disebut al-Ahqaf. Bagian
selatan penduduknya amat sedikit,
karenanya
bagian ini disebut ar-Rab'ul
Khali (tempat yang sunyi). Jazirah Arab bagian tepi merupakan sebuah pita kecil
yang melingkari Jazirah Arab. Pada
bagian tepi ini, hujan
yang turun cukup teratur. Bagian
tepi inilah yang didiami oleh orang atau penduduk kota. Sedangkan ahli-ahli ilmu purba membagia Jazirah Arab
menjadi tiga bagian :
Arab
Petrix, yaitu daerah-daerah yang terletek di sebelah barat daya lembah Syam.
Arab
Deserta, yaitu daerah Syam sendiri.
Arab
Felix, yaitu negeri Yaman yang terkenal dengan sebutan “Bumi Hijau”.
B. Asal
usul masyarakat Arab
Adapun beberapa suku
yang tinggal di jazirah arab,[3] yaitu
:
Arab
Ba’idah
Yaitu bangsa Arab
yang telah musnah, orang-orang Arab
yang telah lenyap jejaknya. Jejak mereka tidak dapat diketahui kecuali hanya
terdapat dalam catatan kitab-kitab suci. Arab Ba’idah ini termasuk
suku bangsa Arab
yang dulu pernah mendiami Mesopotamia akan tetapi, karena serangan Raja Namrud dan kaum yang berkuasa di
Babylonia, sampai Mesopotamia selatan pada tahun 2000 SM suku bangsa ini
berpencar dan berpisah ke berbagai daerah, di antara kabilah mereka yang termasuk
adalah: ‘Ad,
Tsamud, Ghasan, Jad.
Arab
Aribah
Yaitu cikal bakal dari rumpun bangsa Arab yang ada
sekarang ini. Mereka berasal dari keturunan Qhattan yang menetap di tepian
sungai Eufrat kemudian pindah ke Yaman. Suku bangsa Arab yang terkenal adalah: Kahlan dan
Himyar. Kerajaan yang terkenal adalah kerajaan Saba’yang berdiri abad ke-8
SM dan kerajaan Himyar berdiri abad ke-2 SM.
Arab
Musta’ribah
Yaitu Arab
peranakan,
disebut demikian karena waktu jurhum dari suku bangsa Qathan mendiami Mekkah,
mereka tinggal bersama Nabi
Ismail dan ibunya Siti Hajar. Nabi Ismail yang bukan keturunan Arab, mengawini
wanita suku Jurhum. Arab Musta’ribah
sering juga disebut Bani Ismail bin Ibrahim Ismail (Adnaniyyun).[4]
Bangsa Arab mempunyai akar panjang dalam sejarah, mereka termasuk ras atau
rumpun bangsa Kaukasia, dalam Subras Mediteranian yang anggotanya meliputi
wilayah sekitar Laut Tengah, Afrika Utara, Armenia, Arabiyah dan Irania. Bangsa
Arab hidup berpindah-pindah, nomad, karena tanahnya terdiri atas gurun pasir
yang kering dan sangat sedikit turun hujan. Perpindahan mereka dari satu tempat
ke tempat yang lainnya mengikuti tumbuhnya stepa (padang rumput) yang tumbuh
secara spontan di tanah Arab di sekitar oasis atau genangan air setelah turun
hujan. Bila dilihat dari asal-usul keturunan, penduduk jazirah Arab dapat
dibagi menjadi dua golongan besar, yaitu: Qathaniyun (keturunan Qathan) dan
‘Adaniyun (keturuan Ismail ibn Ibrahim)
C. Sistem Perpolitikan/Pemerintahan Bangsa Arab sebelum
Islam
Pada masyarakat Arab pra Islam sudah banyak ditemukan
tata cara pengaturan dalam aktivitas kehidupan sosial yang dapat dibagi pada
beberapa sistem-sistem yang ada di masyarakat, salah satunya adalah sistem politiknya. Pada garis besarnya
penduduk jazirah dapat di bagi berdasarkan territorial kepada dua bagian yaitu:
Penduduk
kota (al-hadharah) yang tinggal di kota perniagaan Jazirah Arabia, seperti Mekkah, dan Madinah. Kota Mekkah merupakan kota
penghubung perniagaan utara
dan selatan, para pedagang dengan khalifah-khalifah yang berani membeli barang
dagangan dari India dan Cina
di Yaman dan
menjualnya ke Syiria utara.
Penduduk
pedalaman yang mengembara
dari satu tempat ketempat lain. Cara mereka hidup adalah nomaden, berpindah
dari suatu daerah ke daerah lain, mereka tidak mempunyai perkampungan yang
tetap dan mata pencaharian yang tepat bagi mereka adalah memelihara ternak,
domba dan unta.[5]
Sebelum kelahiran Islam, ada tiga kekuatan politik besar yang perlu dicatat
dalam hubungannya dengan Arab; yaitu kekaisaran Nasrani Byzantium,
kekaisaran Persia yang memeluk agama Zoroaster, serta Dinasti Himyar yang
berkuasa di Arab bagian selatan.[6] Setidaknya
ada dua hal yang bisa dianggap turut mempengaruhi kondisi politik Jazirah Arab,
yaitu interaksi dunia Arab dengan dua adikuasa saat itu, yaitu kekaisaran
Byzantium dan Persia serta persaingan antara Yahudi, beragam
sekte dalam agama Nasrani dan para pengikut Zoroaster.
Tradisi kehidupan gurun yang keras serta perang antar suku yang acap kali terjadi ini nantinya banyak
berkaitan dalam penyebaran ide-ide Islami dalam al-Qur’an, seperti ”jihad”,
”sabar”, ”persaudaraan” (ukhuwwah), persamaan, dan yang berkaitan dengan
semua itu.
Pada masa sebelum Islam yamg diajarkan disebar luaskan ke bangsa Arab oleh
Rasulullah SAW, orang Arab sering kali terjali peperangan antar suku diantaranya
dikenal dengan perang Fujjar karena terjadi beberapa kali
antar suku, yang pertama perang antara suku Kinanah dan Hawazan, kemuadian Quraisy dan Hawazan serta Kinanah dan Hawazan lagi. Dan peperangan ini terjadi 15 tahun sebelum Nabi
diutus.[7]
Kekaisaran Bizantium dan Kekaisaran Romawi Timur dengan ibu kota
Konstantinopel merupakan bekas Imperium Romawi dari masa klasik. Pada permulaan
abad ke-7, wilayah imperium ini telah meliputi Asia kecil, Siria, Mesir dan
sebagian daerah Itali serta sejumlah kecil wilayah di pesisir Afrika
Utara juga berada di bawah kekuasaannya.[8]
Saingan berat Bizantium dalam perebutan kekuasaan di Timur Tengan adalah Persia. Ketika
itu, imperium ini berada di bawah kekuasaan dinasti Sasanid (Sasaniyah). Ibu kota persia adalah al-Madana’in, terletak
sekitar dua puluh mil di sebalah tenggara kota Baghdad yang
sekarang. Wilayah kekuasaannya terbentang dari Iraq dan
Mesopotamia hingga pedalaman timur Iran dewasa ini serta Afghanistan.
Menjelang lahirnya Nabi Muhammad SAW, penguasaan Abisinia di Yaman Abraham, atau lebih
populer di rujuk dalam literatur Islam sebagai Abrahah melakukan invasi ke Makkah, tetapi gagal menaklukkan kota
tersebut lantaran epidemi cacar yang menimpa bala tentaranya, ekpedisi ini
merujuk pada al-Quran dalam surat 105 pada prinsipnya memiliki tujuan yang sepenuhnya
berada dalam kerangka politik internasional ketika itu, yaitu
upaya Bizantium untuk menyatukan suku-suku Arab dibawah pengaruhnya
guna menantang Persia. Sementara para sejarahwan muslim
menambahkan tujuan lain untuknya. Menurut mereka ekpedisi tersebut terjadi
kira-kira pada 552 M dimaksudkan untuk menghancurkan Ka’bah dalam rangka
menjadikan gereja megah di San’a, yang dibangun Abrahah, sebagai pusat ziarah
pusat keagamaan di Arabia.[9]
Dalam masyarakat Arab terdapat kabilah sebagai intinya dan anggota dari
satu kabilah merupakan
geneologi (pertalian darah). Pemerintah dikalangan bangsa Arab sebelum Islam, menurut
para ahli sejarah dimulai oleh golongan Arab Ba’idah.
Pada periode pertama dikenal ada kerajaan ‘Ad di daerah al-Ahqaf al-Roml
yang terletak antara Oman dan Yaman, kaum ‘Ad
juga pernah mendirikan kerajaan antara Makkah dan Yastrib. Kemudian juga
dikenal kerajaan dari kaum Tsamud mendiami daerah Hijr dan Wadi al-Kurro,
antara Hijaz dan Syiria. Kemudian di kenal juga kerajaan dari kaum Amaliqah di Arab timur, Oman Hijaz
mereka juga ke Mesir dan Syiria. Pada periode Kedua yaitu pada masa Arab Aribah atau
bani Qhathan yang terkenal dengan kerajaan Madiniyah, kerajaan Sabaiyah dan
kerajaan Himyariah.
Bagian dari daerah Arab yang sama sekali tidak pernah dijajah oleh bangsa
lain datang ke kota Makkah adalah Hijaz. Kota terpenting di daerah ini adalah
Mekkah, kota suci tempat Ka’bah. Ka’bah pada masa itu bukan saja disucikan dan dikunjungi
oleh penganut-penganut bangsa asli Makkah. Tetapi juga orang-orang Yahudi yang
bermukim disekitarnya.
Untuk mengamankan para peziarah yang datang ke kota Makkah diadakan
pemerintahan yang pada mulanya berada ditangan dua suku yang berkuasa yaitu
suku Jurhum dan Ismail sebagai pemegang kekuasaan Ka’bah.
Kekuasaan politik kemudian berpindah kesuku Khuza’ah
dan akhirnya ke suku Quraisy di bawah pimpinan Qushai. Suku
Qurraisy ini kemudian yang memegang dan
mengatur politik dan juga urusan urusan yang berkenaan dengan Ka’abah. Ada sepuluh (10) jabatan tinggi
yang dibagikan kepada kabilah dari suku Quraisy
yaitu :
Hijabah
(penjara kunci ka’bah)
Siqayah
(penjara air mata Zam zam)
Diyat
(Kekuasaan hakim sipil dan kriminal)
Sifarah
(kuasa usaha Negara atau duta)
Liwa
(jabatan ketentaraan)
Rifadah
(pengurus pajak bagi fakir miskin)
Nadwah
(jabatan ketua dewan)
Khaimman
(pengurus balai musyawarah)
Khazinah
(jabatan administrasi keuangan)
Azlim
(penjaga panah peramal) untuk mengetahui pendapat para dewa-dewa.
D. Kehidupan
Keagamaan Masyarakat Arab sebelum Islam
Sebelum Islam penduduk Arab menganut agama yang bermacam-macam, dan
Jazirah Arab telah dihuni oleh beberapa ideolgi, keyakinan keagamaan.[10]
Bangsa Arab sebelum Islam telah menganut agama yang mengakui Allah sebagai Tuhan mereka.
Kepercayaan ini diwarisi turun temurun sejak Nabi Ibrahim As
dan Ismail As. al-Qur’an menyebut agama itu dengan hanif, yaitu kepercayaan
yang mengakui keesaan Allah sebagai pencipta alam, Tuhan menghidupkan dan
mematikan, Tuhan yang memberi rezeki dan sebagainya. Kepercayaan yang
menyimpang dari agama yang hanif disebut dengan Watsniyah, yaitu agama yang
mempersyerikatkan Allah dengan mengadakan penyembahan kepada :
o Anshab,
batu yang memiliki bentuk
o Autsa, patung yang terbuat dari batu
o Ashnam,
patung yang terbuat dari kayu, emas, perak, logam dan semua patung yang tidak
terbuat dari batu.
Berhala atau patung yang pertama yang mereka sembah adalah : Hubal. Dan
kemudian mereka membuat patung-patung seperti Laata, ‘Uzza,
Manna, dll. Tidak
semua orang Arab jahiliyah menyembah Watsaniyah ada
beberapa kabilah yang menganut agama Yahudi dan Majusi.
Agama Yahudi dianut oleh bangsa Yahudi yang termaksud rumpun bangsa Samiah (Smith).
Asal usul Yahudi berasal dari Yahuda salah seorang dari dua belas putra Nabi Yakub.
Agama Yahudi sampai kejazirah Arab oleh bangsa Israel dari negeri Asyur. Mereka diusir
oleh kerajaan Romawi yang beragama Majusi dan bangsa Asyur
ini berangsur-angsur mendiami Yastrib dan sekitarnya dan mereka menyebarkan
agama Yahudi tersebut.[11] Agama Majusi yang berkembang adalah : Sekte Yaqubiah yang mengatakan
bahwa perbuatan dan iradat al–Masih adalah tabiat ketuhanan. Kaum Yaqubiah
berkata bahwa persatuan ketuhanan dengan kemanusiaan pada diri al-Masih ialah
sebagaimana air di masukan kedalam tuak, lalu menjadi jenis yang satu.
Agama-agama
yang ada pada saat itu antara lain :
Yahudi
Agama ini dianut orang-orang Yahudi yang berimigrasi ke Jazirah Arab. Daerah Madinah,
Khaibar, Fadk, Wadi al-Qura dan Taima’ menjadi pusat penyebaran
pemeluknya. Yaman juga dimasuki ajaran ini, bahkan Raja
Dzu Nuwas Al Himyari juga memeluknya. Bani Kinanah, Bani Al Haarits
bin Ka’ab dan Kindah juga menjadi wilayah berkembangnya agama Yahudi ini.
Nashara
(Kristen).
Agama ini masuk ke kabilah-kabilah Ghasasinah dan al-Munadzirah.
Ada beberapa gereja besar yang terkenal. Misalnya, gereja Hindun al-Aqdam, al-Laj dan Haaroh
Maryam. Demikian juga masuk di selatan Jazirah Arab dan berdiri gereja di
Dzufaar. Lainnya, ada yang di ‘Ad dan Najran. Adapun di kalangan suku
Quraisy yang menganut agama Nashrani adalah Bani Asad bin Abdil Uzaa, Bani
Imri-il Qais dari Tamim, Bani Taghlib dari kabilah Rabi’ah dan sebagian
kabilah Qudha’ah.
Majusiyah
Sebagian sekte Majusi masuk ke Jazirah Arab di Bani Tamim. Diantaranya,
Zaraarah dan Haajib bin Zaraarah. Demikian juga Al Aqra’ bin Haabis dan Abu Sud
(kakek Waqi’ bin Hisan) termasuk yang menganut ajaran Majusi
ini. Majusiyah juga masuk ke daerah Hijr di Bahrain.
Syirik
(Paganisme).
Kepercayaan dengan menyembah patung berhala, bintang-bintang dan matahari yang
oleh mereka dijadikan sebagai sesembahan selain Allah. Penyembahan bintang-bintang juga muncul di Jazirah Arab,
khususnya di Haraan, Bahrain dan di Makkah, mayoritas Bani Lakhm, Khuza’ah
danQuraisy. Sedangkan penyembahan matahari ada di negeri Yarnan.[12]
al-Hunafa’
Meskipun pada waktu hegemoni paganisme di masyarakat Arab sedemikian kuat,
tetapi masih ada beberapa orang yang dikenal sebagai al-Hanafiyun atau
al-Hunafa’.
Mereka tetap berada dalam agama yang hanif, menyembah Allah dan tidak
menyekutukan-Nya serta menunggu datangnya kenabian.
Diantara beberapa agama/kepercayaan tersebut yang paling terkenal adalah penyembahan
terhadap berhala yang jumlahnya mencapai lebih dari 360 buah, sehingga menyesaki
lingkungan Ka’bah.[13] Dan
setiap kabilah di Arab memiliki berhala sebagai sesembahan mereka
sendiri-sendiri. Di antara berhala yang paling populer di kalangan mereka ialah
:
1. Wadd.
Adalah nama patung milik kaum nabi Nuh yang berasal dari nama seorang
shalih dari mereka. Ditemukan kembali oleh Amru bin Luhai di Jeddah dan
diberikan kepada Auf bin ‘Adzrah dan ditempatkan di Wadi al-Quraa di
Dumatul Jandal dan disembah oleh bani Kalb bin Murrah. Patung ini ada
sampai datangnya Islam kemudian dihancurkan Khalid bin Walid dengan perintah
Rasulullah.
2. Suwaa’
Adalah salah satu patung kaum nabi Nuh yang ditemukan kembali dan diberikan
kepada Mudhor bin Nizaar dan diserahkan kepada bani Hudzail serta ditempatkan di Rohaath sekitar 3 mil
dari Makkah.[14]
3. Yaghuts
Adalah salah satu patung kaum nabi Nuh yang ditemukan kembali dan diberikan
kepada Na’im bin Umar al-Muradi dari Majhaj dan ditempatkan di Akmah atau Jarsy di
Yaman, disembah oleh bani Majhaj dan bani An’am dari kabilah Thaiyi’.
4. Ya’uq
Adalah salah satu patung kaum nabi Nuh yang ditemukan kembali dan diberikan
kepada kabilah Hamadan dan ditempatkan di Khaiwaan, disembah oleh orang-orang
Hamadan.
5. Nasr
Adalah salah satu patung kaum nabi Nuh yang ditemukan kembali dan diberikan
kepada kabilah Himyar dan ditempatkan di Saba’ disembah oleh bani Dzi al-Kilaa’ dari
kabilah Himyar dan sekitarnya.
6. Manna
Adalah salah satu patung berhala yang ditempatkan di pantai laut dari arah al-Musyallal di
Qadid antara Makkah
dan Madinah. Patung ini sangat diagungkan oleh suku al-Aus dan al- Khazraj.
Rasulullah mengutus Ali bin Abi Thalib untuk menghancurkannya pada penaklukan
kota Makkah.
7. Laata
Laata adalah kuburan orang shalih yang ada di Thaif yang dibangun dengan
batu persegi empat. Bangsa Arab seluruhnya sangat mengagungkannya dan sekarang
tempatnya adalah di menara masjid Thaif. Ada yang mengatakan bahwa Laata adalah
nama seorang yang membuat masakan Sawiiq untuk jamaah haji, lalu ia meninggal
kemudian kuburannya disembah. Ketika bani Tsaqif masuk Islam maka Rasulullah
mengutus Al Mughiroh bin Syu’bah untuk menghancurkannya dan kuburan ini dibakar
habis.
8. ‘Uzza
Al ‘Uzza adalah satu pohon yang disembah. Ia lebih baru
dari Laata, ditempatkan di Wadi Nakhlah di atas Dzatu ‘Irqin. Mereka dulu
mendengar suara keluar dari Al Uzza. Berhala ini sangat diagungkan Quraisy dan Kinanah. Ketika Rasulullah menaklukan Makkah, beliau
mengutus Khalid bin Walid untuk menghancurkannya. Ternyata ada tiga pohon dan
ketika dirobohkan yang ketiga, tiba-tiba muncul wanita hitam berambut kusut
dalam keadaan rneletakkan kedua tangannya di bahunya menampakkan taringnya. Kemudian
Khalid penggal lehernya dan pecah, ternyata ia adalah seekor merpati.
9. Hubal
Merupakan patung yang paling besar di Ka’bah. Diletakkan di tengah Ka’bah. patung ini
terbuat dari batu ‘aqiq merah dalam rupa manusia. Dibawa ‘Amru
bin Luhai dari Syam. Isaaf dan Naailah (Dua patung berhala yang ada di dekat sumur Zamzam. Dua patung ini
berasal dari sepasang orang Jurhum yang masuk ke Ka’bah dan berbuat fujur, lalu
dikutuk menjadi dua batu, seiring perjalanan waktu, keduanya disembah.
10. Dzul
Khalashah
Ini adalah berhala milik kabilah Khats’am, Bajilah dan Daus yang berada di
Tubaalah, daerah antara Makkah dan Yaman. Begitulah gambaran keadaan agama di
Jazirah Arabiyah sebelum datangnya Islam. Mereka masih mengimani Rububiyah Allah dan menganggap Allah sebagai sesembahannya
juga dan sebagai Dzat Pencipta. Sumber kepercayaan tersebut adalah risalah Samawiyah yang
yang dikembangkan dan disebarkan di jazirah Arab terutama risalah Nabi Ibrahim
dan Ismail.[15]
E. Kebudayaan
bangsa Arab Pra Islam
Wilayah Timur Tengah menurut Ali Mufrodi meliputi Turki, Iran, Israel,
Libanon, Yordania, Syiria, Mesir dan kerajaan-kerajaan yang ada di kawasan Teluk Persia.[16] Turki yang berbudaya Turki dan Iran yang berbudaya
Persia tidak dianggap berkebudayaan Arab karena memiliki kebudayaan
sendiri-sendiri demikian juga Mesir yang sudah memiliki budaya Firaun,
sedangkan yang masuk kawasan kebudayaan Arab terdiri dari Timur Tengah Afrika
Utara seperti Maroko, Aljazair, Tunisia dan Libia, yang menurut
Haekal antara budaya dan peradaban tersebut tidak pernah saling mempengaruhi
perkembangannya kecuali setelah adanya akulturasi dan asimilasi dengan
peradaban Islam.[17]
Orang-orang Arab sebelum Islam telah mengalami periode-periode kemajuan dengan
adanya kerajaan-kerajaan sehingga hasil budaya mereka didapati beberapa
bekasnya yang dapat di bagi kepada :
Budaya
materil yang sangat terkenal adalah: bendungan Ma’rib
di Yaman dari kerajaan Saba’ dan begitu juga bekas-bekas kerajaan Tsamud, ‘Ad
dan kaum Amalika.
Budaya
non material, sangat banyak juga yang terkenal, antaranya, syair-syair bangsa Arab yang
terkenal dengan cerita-cerita tentang keturunan dan keahlian dalam membuat
patung, keahlian mereka dalam bersyair sebenarnya karena mereka dapat
mengetahui bahasa yang halus dan menarik dengan bahasa yang indah mereka dapat mewariskan amtsai (pepatah arab) dan
pepatah itu merupakan kata-kata orang bijak seperti Luqman.
Disamping budaya yang
di dapat dari bangsa Arab sebelum Islam, mereka terkenal terikat dengan tahayul dan adat istiadat yang melembaga
diturunkan turun temurun. Tahayul dan adat istiadat ini bertumpu kepada
kepercayaan Watsaniyah.
Mereka percaya hantu dan roh
jahat. Mereka juga percaya kepada kahin (tukang tenun, ramal). Mereka juga
meyakini kejadian-kejadian alam yang halus. Misalnya, kalau terjadi sesat di
jalan, hendaklah dibalikkan baju supaya dapat petunjuk.
Meskipun belum terdapat
sistem pendidikan, masyarakat Arab pada saat itu tidak mengabaikan kemajuan
kebudayaan. Mereka sangat terkenal kemahirannya dalam bidang sastra yaitu
bahasa dan syair. Bahasa mereka sangat kaya sebanding dengan bahasa Eropa
sekarang ini. Keistimewaan bangsa Arab di bidang bahasa merupakan kontribusi
mereka yang cukup penting terhadap perkembangan dan penyebaran agama Islam.[18]
F. Perekonomian bangsa Arab Sebelum
Islam
Peradaban Arab adalah akibat pengaruh dari budaya
bangsa-bangsa di sekitarnya yang lebih maju daripada kebudayaan dan peradaban Arab. Pengaruh tersebut masuk ke Jazirah Arab melalui beberapa jalur, yang
terpenting di antaranya adalah :
melalui
hubungan dagang dengan bangsa lain
melalui
kerajaan-kerajaan protektorat, Hijr dan Ghassan
masuknya
misi Yahudi dan Kristen
Walaupun agama Yahudi
dan Kristen sudah masuk ke Jazirah
Arab, bangsa Arab kebanyakan masih menganut agama asli
mereka, yaitu percaya pada banyak dewa yang di wujudkan dalam bentuk berhala
dan patung. Setiap kabilah mempunyai berhala sendiri, dan di pusatkan di
Ka'bah.
Orang-orang Arab adalah orang yang bangga, tetapi
sensitif.
Kebanggaan itu disebabkan bahwa bangsa Arab
memiliki sastra yang terkenal, kejayaan sejarah Arab dan mahkota bumi pada masa klasik
dan bahasa Arab
sebagai bahasa ibu yang terbaik di antara bahasa-bahasa lain di dunia. Beberapa
sifat lain bangsa Arab
pra-islam adalah sebagai berikut :
Secara
fisik, mereka lebih sempurna dibanding orang-orang Eropa dalam berbagai organ tubuh.
Sedikit lemah dalam pengorganisasian
kekuatan dan lemah dalam penyatuan aksi.
Faktor keturunan, kearifan dan keberanian
lebih kuat dan berpengaruh.
Mempunyai struktur kesukuan yang di atur
oleh kepala suku atau kabilah.
Tidak memiliki hukum yang kuat, kekuatan pribadi dan pendapat
suku lebih kuat dan diperhatikan.
Kedudukan wanita tidak lebih baik dari
binatang, wanita dianggap barang dan hewan ternak yang tidak memiliki hak.
Setelah menikah suami sebagai raja dan penguasa.
Masyarakat Arab pra
Islam lebih banyak dalam proses pendapatan ekonominya dari kehidupan alam
maupun perdagangan. Perjalanan mereka yang memperjualkan dagangan ke beberapa
kota termasuk barang-barang patung maupun kerajinan lainnya. Hal itulah yang
menghidupi keluarga mereka, terkadang
daerah Arab
utara yang bagian selatan untuk masalah perekonomian dititik tekankan pada
bercocok tanam. Hal ini karena kondisi geografis masyarakat Arab bagian selatan sangat mendukung
sehingga mereka mendapatkan kebutuhan melalui tanaman yang mereka olah.[19]
[1] A.
Syalabi, Sejarah dan Kebudayaan Islam, terj. Muchtar Yahya, Jakarta
: Djaya Murni, jilid 1,1970. Hal 22
[2]
http://hitsuke.blogspot.com/2009/05/kondisi-masyarakat-arab-pada-masa-pra.html
[3] Dr. Ali
Mufrodi, Islam di kawasan Kebudayaan Arab, Jakrta : Logos 1997. Hal
5 -8
[5] Ibid,
hal 11
[6]
http://moenawar.multiply.com/journal/item/7 – _ftn1
[7] . Muhammad Ridha, Tarikh al-Insaniyah wa
Abtaluha, terjmh, Beirut : Dar al-Kutub al-Ilmiyah, 1987. Hal 300
[9] Dr.
Ali Mufrodi, Islam di kawasan Kebudayaan Arab, Jakrta : Logos 1997.
Hal 12
[10]
http://blog.vbaitullah.or.id/2006/07/09/753-keadaan-keagamaan-bangsa-arab-sebelum-terbitnya-islam-12/
[11] Drs.
Fadhil Sj M.Ag, Pasang Surut Peradaban Islam dalam Lintasan Sejarah,
Malang : Sukses Offset, 2008. Hal 62
[12]
http://blog.vbaitullah.or.id/2006/07/09/753-keadaan-keagamaan-bangsa-arab-sebelum-terbitnya-islam-12/
[13] Dr. Ali
Mufrodi, Islam di kawasan Kebudayaan Arab, Jakrta : Logos 1997. Hal
8
[15] Jaih
Mubarok, Sejarah Peradaban Islam, Bandung : Pustaka Bani
Quraisy, 2004. Hal 14
[16] Dr. Ali
Mufrodi, Islam di kawasan Kebudayaan Arab, Jakrta : Logos 1997. Hal
3-4
[18] http://www.mail – archive.com/ppdi@yahoogroups.com
[19] Al-Habib
Alwi bin Thahir al- Haddad, Sejarah Masuknya Islam di Timur Jauh,
terj. S. Dhiya Shahab, Jakarta: Lentera Sasritama, 1995. Hal 25
Out Of Topic Show Konversi KodeHide Konversi Kode Show EmoticonHide Emoticon